BIMBINGAN DAN KONSELING DI PAUD
Tugas Observasi
Gangguan Berbahasa Pada AUD
Rahman, S.Pd., M.Pd
Disusun Oleh
Risha Vahri Nidya
1205125018
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sebagai
makhluk sosial, manusia perlu berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya. Agar
komunikasi berjalan dengan lancar, diperlukan kemampuan berbahasa dengan
memadai, baik secara ekspresif atau bersifat menyatakan maupun secara reseptif
atau memahami pesan yang disampaikan.
Kemampuan
berkomunikasi seseorang berbeda satu sama lain, bahkan diantaranya ada anak
yang sulit berkomunikasi dikarenakan adanya gangguan dalam kemampuan berbicara
dan berbahasanya. Gangguan dalam berkomunikasi tidak saja dialami anak
tunarungu, namun juga terdapat pada anak berkebutuhan lainnya.
Gangguan
komunikasi dapat diakibatkan adanya gangguan dalam pendengarannya, gangguan
susunan syaraf pusat, keterbelakangan mental, pola asuh yang salah dari
lingkungan, dan sebagainya. Anak yang mengalami gangguan komunikasi atau secara
lebih spesifik lagi gangguan dalam bahasa ekspresif dan reseptif, perlu
diintervensi sedini mungkin, karena kemampuan berbahasa sangat diperlukan dalam
mengembangkan potensi potensi-potensi yang masih dimiliki anak terutama dalam
mengembangkan kemampuan akademiknya.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah tersebut diatas maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan gangguan
berbahasa pada anak ?
2.
Apa saja gejala dan faktor yang
dialami anak dengan gangguan berbahasa ?
3.
Bagaimana upaya yang dilakukan dalam
penanganan anak dengan gangguan berbahasa ?
B. Tujuan
1.
Untuk mengetahui definisi gangguan bahasa pada anak
2.
Untuk mengetahui gejala dan faktor
penyebab gangguan bahasa pada anak.
3.
Untuk mengetahui upaya-upaya apa
saja yang dapat dilakukan untukmenangani anak yang mengalami gangguan dalam
berbahasa.
BAB II
DASAR
TEORI
A.
Pengertian Gangguan Bahasa
Bahasa
merupakan suatu sistem kata-kata yang dikelompokkan dan dipergunakan oleh
manusia untuk berkomunikasi. Seseorang yang mengalami gangguan bahasa
menunjukkan adanya gangguan dalam memahami serta menggunakan lambang bahasa,
baik secara lisan maupun tulisan sehingga menghambat kemampuannya untuk berkomunikasi
dengan lingkungannya.
Gangguan
berbahasa ditandai dengan ketidak mampuan anak untuk berdialog interaktif, memahami
pembicaraan orang lain, mengerti dan atau menggunakan kata-kata dalam konteks yang
bersambung, baik secara verbal maupun non
verbal, membaca dan mengerti apa yang dibaca, serta mengekspresikan pikirannya
melalui kemampuan berbicara atau menyampaikannya lewat bahasa tulisan. Beberapa
karakteristik dari gangguan berbahasa meliputi penggunaan kata yang tidak tepat,
ketidak mampuan untuk menyampaikan pendapat, ketidaktepatan dalam penggunaan
pola gramatikal, kosa kata yang minimal, dan ketidakmampuan untuk mengikuti
instruksi. Mereka juga mengalami kesulitan dalam mengatur syntax. Syntax adalah
aturan bagaimana susunan kata ditempatkan dalam suatu kalimat.
Gangguan
Bahasa dapat diklasifikasikan menjadi gangguan bahasa secara receptif dan
ekspresif. Anak yang mengalami gangguan bahasa secara reseptif memiliki
kesulitan memahami apa yang dikatakan orang lain kepadanya. Gangguan ini
disebut juga gangguan bahasa reseptif. Meskipun pendengaran mereka normal namun
anak yang memiliki gangguan ini tidak dapat memahami suara-suara, kata-kata
atau kalimat-kalimat tertentu. Anak tersebut mengalami kesulitan memahami
bagian tertentu dari kata-kata atau pernyataan-pernyataan. Dalam beberapa kasus
yang berat, anak tidak mampu memahami kosa kata dasar atau kalimat sederhana,
dan kemungkinan besar mereka juga mengalami ketidakmampuan mengolah suara, dan
kesulitan memahami kata-kata.
Gejala
hambatan bahasa reseptif setiap anak berbeda, tetapi pada umumnya adalah:
1.
Tidak nampak
mendengarkan ketika ditegur
2.
Ketidakmampuan memahami
kalimat secara utuh
3.
Ketidakmampuan untuk
mengikuti perintah secara verbal
4.
Parroting kata atau
ucapan (echolalia)
5.
Keterampilan
berbahasanya rendah di bawah usianya.
Gangguan
bahasa ekspresif merupakan gangguan dalam penggunaan bahasa secara ekspresif
yang terjadi saat seseorang menjalin komunikasi, yang ditandai dengan gangguan
dalam mengungkapkan perasaan atau ide-idenya, meskipun dia bisa memahami
pembicaraan orang lain.
Gejala
gangguan tersebut sangat individual, tetapi gejala umumnya antara lain adalah:
1.
Menggunakan kata- kata
pendek dan kalimat sederhana,
2.
Membuat kesalahan dalam
tata bahasa,
3.
Perbendaharaan katanya
kurang memadai,
4.
Kesulitan dalam
menceriterakan atau mengingat kembali informasi,
5.
Ketidakmampuan memulai
percakapan,
Gangguan
bahasa baik reseptif maupun ekspresif dapat dihubungkan dengan empat dimensi
utama bahasa oral atau lisan, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, semantik
dan pragmatic. Fonologi berkaitan dengan membedakan bunyi serta mengucapkan
huruf. Gangguan dalam dimensi fonologi disebut juga gangguan artikulasi.
Gangguan artikulasi meliputi beberapa tipe gangguan, yaitu subtitusi, omisi,
distorsi, serta adisi.
a. Subtitusi,
yaitu terjadinya penggantian fonem, seperti kakak diucapkan tata; gigi diucapkan
didi.
b. Omisi,
yaitu terjadinya penghilangan fonen atau adanya huruf-huruf konsonan yang tidak
diucapkan, seperti rumah diucapkan umah.
c. Distorsi,
yaitu berusaha mendekati ucapan yang benar, tetapi terjadi kekacauan, seperti saya
diucapkan zaya, huruf L diucapkan antara huruf R dan L.
d. Adisi,
yaitu terjadi penambahan huruf-huruf konsonan pada kata yang diucapkannya,
seperti foto diucapkan forto.
Morfologi
berkaitan dengan struktur, bentuk dan penggolongan kata, sedangkan sintaksis
berkaitan dengan memahami dan mengucapkan kalimat, serta mencakup pengggunaan
tata bahasanya. Semantik berkaitan dengan memahami kata serta mengucapkan kata,
dan pragmatik berkaitan dengan bagaimana bahasa itu digunakan dalam
berkomunikasi.
B. Intervensi Gangguan Bahasa
1. Pendekatan dan
Metode dalam Intervensi Gangguan Bicara dan Bahasa
Dalam
mengintervensi anak yang mengalami gangguan bicara dan bahasa, terdapat
beberapa pendekatan yang dapat dipergunakan sesuai dengan gangguan yang dialami
anak.
a.
Pendekatan bermain
Pendekatan
yang dipandang tepat diterapkan pada anak adalah pendekatan bermain (play
approach) karena dunia anak adalah dunia bermain.
b.
Pendekatan Multisensoris
Dalam
mengembangkan kemampuan berbahasa anak, kita perlu memberikan berbagai stimulus
yang dapat mestimulasi berbagai indera/sensoris, seperti indera visual,
auditif, kinestetik, taktil, dan sebagainya.
c.
Pendekatan Kolaboratif
Gangguan berbahasa baik secara
ekspresif maupun reseptif memerlukan penanganan secara terpadu yang terdiri
dari berbagai disiplin ilmu/tenaga ahli agar memperoleh hasil yang efektif.
Di
samping pendekatan di atas, ada beberapa metode yang dapat dipergunakan dalam mengintervensi
anak yang mengalami gangguan bicara dan bahasa,
antara lain :
1. Metode Stimulasi
Metode
ini dilakukan berdasarkan prinsip pengamatan terhadap suatu stimulus melalui pendengaran dan atau penglihatan
anak.
2. Metode Phonetics placement
Pelaksanaan
metode ini menuntut anak untuk memperhatikan gerakan dan posisi organ bicara,
sehingga anak mampu mengendalikan pergerakan organ bicara untuk memproduksi
bicara yang benar.
3. Metode Moto-kinestetik
Metode ini
disebut juga metode manipulasi. Dengan metode ini kita dapat memanipulasi secara
langsung pada organ artikulasi yang dipandang perlu.
4. Metode Psiko-edukatif
Metode ini
didasarkan pada prinsip-prinsip psikoterapi, bimbingan dan konseling, serta pendidikan.
5. Metode Compensatory pattern
Penerapan metode
ini sangat khas karena motode ini hanya diberikan kepada anak dengan kesulitan
mengekspresikan bahasa melalui bicara, yang tidak mungkin lagi melakukan bicara
secara normal.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Analisis
Identitas Pribadi Anak
1. Nama
lengkap : Adrian Sya’ban Azhim
2. Nama
panggilan : A’im
3. Jenis
kelamin
: Laki-laki
4. Tempat/tanggal lahir : Samarinda,
21 Agustus 2008
5.
Agama
: Islam
6.
Alamat
: Jl. KS.
Tubun Dalam RT. 14 No. 5A, Samarinda
7. Sekolah Asal
: TK Islam Tunas Kartini
8. Transportasi ke sekolah : Diantar orang tua
9. Tinggal bersama : Ayah dan Ibu kandung
10. Jumlah penghuni rumah : 3 (Tiga: Ayah, Ibu, dan A’im)
11. Anak ke :
1 (Tunggal)
12. Keterangan orang tua atau wali
a. Ayah : Abdul Muthalib (Pegawai Swasta)
b. Ibu : Salasiah (Ibu Rumah Tangga)
Berdasarkan
data yang telah diperoleh, dapat diketahui bahwa mengenai kondisi kesehatannya
A’im sering merasa cepat lelah dan tidak bersemangat, dan A’im pernah 1 – 2 hari tidak mengikuti
kegiatan di TK, karena sakit. Dalam kehidupan keluarganya, kedua orang tuanya
tidak pernah menuntut A’im dalam mengekspresikan perasaannya. Di sekolah, A‘im menunjukan minatnya terhadap teman-teman walaupun masih kurang komunikatif kalau tidak
diberi dorongan atau motivasi dari gurunya dan ketika sedang jenuh dengan
kegiatan didalam kelas. A’im termasuk anak yang spontan
seperti ketika digelitiki oleh temannya, ia merasa geli hingga tertawa. Namun, terlalu
sering ia menanggapinya tidak dengan kata-kata, walaupun hanya seperti teriakan
mengingatkan, sehingga menjadi kesulitan membedakan mana yang benar atau tidak
untuk dilakukan. A’im senang dengan hal – hal yang
imajinatif, seperti merasa dirinya seorang kesatria pembela kebenaran. Kelebihannya,
A’im terbuka ketika bermain bersama teman, dan mau mengikuti guru berdoa
didalam kelas bersama temannya.
B.
Sintesis
Dari analisis diatas, terdapat
kesimpulan bahwa kondisi permasalahan yang dihadapi oleh A’im adalah ia sulit
mengekspresikan bahasa melalui bicara (tidak komunikatif) dan kurang menanggapi
apa yang diterangkan oleh ibu gurunya. A’im mengalami keterlambatan
fungsional yang beberapa diantaranya memiliki bahasa resepsif yang normal;
bahasa ekspresif yang kurang normal; kemampuan pemecahan masalahnya baik; dan
bila dilihat pada pola perkembangannya, hanya ekspresif yang terganggu.
C.
Diagnosis
Pada kasus ini, ditinjau dari analisis dan sintesisnya,
penyebab utama yang terdapat pada A’im, adalah faktor lingkungannya. Hal ini
terjadi karena perasaan terasingnya
anak, yang aspek bahasanya kurang baik (kurang komunikatif). Seperti ketidakmampuannya dalam memulai percakapan, A’im
hanya diam sambil asik bermain, memiliki kesulitan
memahami apa saya ucapkan dan pertanyakan kepadanya. Namun, ada kalanya si anak
merespon saat saya mengingatkannya untuk menyelesaikan kegiatan mewarnai
dikelas. Maka yang dapat saya pahami, A’im merupakan tipe anak yang harus
diberi dorongan lebih dulu, sehingga ia baru dapat mengerti dan beranjak dari
tempat duduknya.
D.
Prognosis
Upaya yang saya lakukan pada pertama
kali yaitu mengajak A’im memperkenalkan diri, dan membantunya berbahasa secara
hati-hati ketika ia sedang kebingungan mengekspresikan yang ingin diucapkannya.
Hal ini sangat berperan penting pada agar bisa memposisikan atau mengkondisikan
diri dengan anak pada tahap selanjutnya. Tidak lupa saya dan ibu guru bekerja
sama membimbingnya melalui kegiatan bermain yang menyenangkan, juga bersikap
positif terhadap apapun aktivitas yang dilakukannya bersama teman-teman, tanpa
memaksakan keinginan anak dalam bidang yang menjadi titik lemahnya (A’im kurang
gemar mewarnai).
E.
Treatment
Langkah yang saya lakukan dalam empat minggu pada
penanganan anak yang memiliki gangguan barbahasa diantaranya:
1.
Mengikuti Anak Berbicara
Ketika
anak berbicara, saya bereaksi tanpa memaksanya memperbaiki ucapannya. Sebisa
mungkin saya membahasakan apa yang diucapkan A’im. Saat anak menunjukkan minatnya
untuk mulai mengatakan sesuatu, saya memberinya pujian.
2.
Memancing Anak Untuk Berbicara
Kemudian, saya memancingnya untuk
berbicara dengan mengucapkan kalimat-kalimat yang harus dilengkapi (misalnya
sambil menunjuk apa yang dikenakannya: ‘ Ini ………..”) saat itu A’im terbata-bata
ingin menjawab, lalu saya mengisi kalimat itu sendiri setelah menunggu
sebentar. Saya juga mencoba menggunakan jawaban yang salah, seperti: “Ini bola”
(padahal itu adalah sepatu miliknya). Dan yang terjadi, ia spontan berseru
sambil tertawa “ehehee.. bukaan, ini sepatu A’im kak..”.
3.
Memacu Kontak
Dimulai dengan memasuki dunianya
dalam bermain, saya mengkondisikan diri sebagai bagian dari kehidupan anak dan
teman bermainnya. Awalnya anak agak canggung, dan setelah dijalani
perlahan-lahan kami mulai berkomunikasi melalui bahasa tubuh; mengikuti
ekspresi/mimik dan gerak isyarat ia tunjukkan hingga akhirnya A’im mulai
berbicara.
4.
Latihan pengucapan secara spontan
Saya
mengenalkannya huruf-huruf vokal dengan
melafalkannya, “A - I - U – E – O” (dengan dua ketukan pada setiap
huruf). Ia tertarik, lalu mengikuti bersama teman-temannya.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Gangguan
berbahasa dapat berupa keterlambatan berbicara. Hal ini dapat terjadi Karena
faktor seperti lingkungan sosial anak itu sendiri. Untuk itulah, peran orang
tua sangat berpengaruh dan diharapkan mampu memberi penanganan apabila anak
mereka mengalami gangguan berbahasa. Orang tua harus mengetahui perkembangan
bahasa anaknya karena jika merek menemukan adanya gangguan bahasa pada anaknya,
anak tersebut bisa tertangani secara cepat dan tepat pula.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar