Kamis, 12 Desember 2013

Risha Vahri - Gangguan Berbahasa Pada AUD


BIMBINGAN DAN KONSELING DI PAUD
Tugas Observasi
Gangguan Berbahasa Pada AUD
Rahman, S.Pd., M.Pd


Disusun Oleh
Risha Vahri Nidya
1205125018


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA
2013

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia perlu berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya. Agar komunikasi berjalan dengan lancar, diperlukan kemampuan berbahasa dengan memadai, baik secara ekspresif atau bersifat menyatakan maupun secara reseptif atau memahami pesan yang disampaikan.
Kemampuan berkomunikasi seseorang berbeda satu sama lain, bahkan diantaranya ada anak yang sulit berkomunikasi dikarenakan adanya gangguan dalam kemampuan berbicara dan berbahasanya. Gangguan dalam berkomunikasi tidak saja dialami anak tunarungu, namun juga terdapat pada anak berkebutuhan lainnya.
Gangguan komunikasi dapat diakibatkan adanya gangguan dalam pendengarannya, gangguan susunan syaraf pusat, keterbelakangan mental, pola asuh yang salah dari lingkungan, dan sebagainya. Anak yang mengalami gangguan komunikasi atau secara lebih spesifik lagi gangguan dalam bahasa ekspresif dan reseptif, perlu diintervensi sedini mungkin, karena kemampuan berbahasa sangat diperlukan dalam mengembangkan potensi potensi-potensi yang masih dimiliki anak terutama dalam mengembangkan kemampuan akademiknya.




A.       Rumusan Masalah

       Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan gangguan berbahasa pada anak ?
2.      Apa saja gejala dan faktor yang dialami anak dengan gangguan berbahasa ?
3.      Bagaimana upaya yang dilakukan dalam penanganan anak dengan gangguan berbahasa ?

B.       Tujuan
1.            Untuk mengetahui definisi gangguan bahasa pada anak
2.            Untuk mengetahui gejala dan faktor penyebab gangguan bahasa pada anak.
3.            Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untukmenangani anak yang mengalami gangguan dalam berbahasa.


BAB II
DASAR TEORI

A.       Pengertian Gangguan Bahasa

Bahasa merupakan suatu sistem kata-kata yang dikelompokkan dan dipergunakan oleh manusia untuk berkomunikasi. Seseorang yang mengalami gangguan bahasa menunjukkan adanya gangguan dalam memahami serta menggunakan lambang bahasa, baik secara lisan maupun tulisan sehingga menghambat kemampuannya untuk berkomunikasi dengan lingkungannya.

Gangguan berbahasa ditandai dengan ketidak mampuan anak untuk berdialog interaktif, memahami pembicaraan orang lain, mengerti dan atau menggunakan kata-kata dalam konteks yang  bersambung, baik secara verbal maupun non verbal, membaca dan mengerti apa yang dibaca, serta mengekspresikan pikirannya melalui kemampuan berbicara atau menyampaikannya lewat bahasa tulisan. Beberapa karakteristik dari gangguan berbahasa meliputi penggunaan kata yang tidak tepat, ketidak mampuan untuk menyampaikan pendapat, ketidaktepatan dalam penggunaan pola gramatikal, kosa kata yang minimal, dan ketidakmampuan untuk mengikuti instruksi. Mereka juga mengalami kesulitan dalam mengatur syntax. Syntax adalah aturan bagaimana susunan kata ditempatkan dalam suatu kalimat.
Gangguan Bahasa dapat diklasifikasikan menjadi gangguan bahasa secara receptif dan ekspresif. Anak yang mengalami gangguan bahasa secara reseptif memiliki kesulitan memahami apa yang dikatakan orang lain kepadanya. Gangguan ini disebut juga gangguan bahasa reseptif. Meskipun pendengaran mereka normal namun anak yang memiliki gangguan ini tidak dapat memahami suara-suara, kata-kata atau kalimat-kalimat tertentu. Anak tersebut mengalami kesulitan memahami bagian tertentu dari kata-kata atau pernyataan-pernyataan. Dalam beberapa kasus yang berat, anak tidak mampu memahami kosa kata dasar atau kalimat sederhana, dan kemungkinan besar mereka juga mengalami ketidakmampuan mengolah suara, dan kesulitan memahami kata-kata.
Gejala hambatan bahasa reseptif setiap anak berbeda, tetapi pada umumnya adalah:
1.         Tidak nampak mendengarkan ketika ditegur
2.         Ketidakmampuan memahami kalimat secara utuh
3.         Ketidakmampuan untuk mengikuti perintah secara verbal
4.         Parroting kata atau ucapan (echolalia)
5.         Keterampilan berbahasanya rendah di bawah usianya.
Gangguan bahasa ekspresif merupakan gangguan dalam penggunaan bahasa secara ekspresif yang terjadi saat seseorang menjalin komunikasi, yang ditandai dengan gangguan dalam mengungkapkan perasaan atau ide-idenya, meskipun dia bisa memahami pembicaraan orang lain.
Gejala gangguan tersebut sangat individual, tetapi gejala umumnya antara lain adalah:
1.         Menggunakan kata- kata pendek dan kalimat sederhana,
2.         Membuat kesalahan dalam tata bahasa,
3.         Perbendaharaan katanya kurang memadai,
4.         Kesulitan dalam menceriterakan atau mengingat kembali informasi,
5.         Ketidakmampuan memulai percakapan,
Gangguan bahasa baik reseptif maupun ekspresif dapat dihubungkan dengan empat dimensi utama bahasa oral atau lisan, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan pragmatic. Fonologi berkaitan dengan membedakan bunyi serta mengucapkan huruf. Gangguan dalam dimensi fonologi disebut juga gangguan artikulasi. Gangguan artikulasi meliputi beberapa tipe gangguan, yaitu subtitusi, omisi, distorsi, serta adisi.
a.       Subtitusi, yaitu terjadinya penggantian fonem, seperti kakak diucapkan tata; gigi diucapkan didi.
b.      Omisi, yaitu terjadinya penghilangan fonen atau adanya huruf-huruf konsonan yang tidak diucapkan, seperti rumah diucapkan umah.
c.       Distorsi, yaitu berusaha mendekati ucapan yang benar, tetapi terjadi kekacauan, seperti saya diucapkan zaya, huruf L diucapkan antara huruf R dan L.
d.      Adisi, yaitu terjadi penambahan huruf-huruf konsonan pada kata yang diucapkannya, seperti foto diucapkan forto.
Morfologi berkaitan dengan struktur, bentuk dan penggolongan kata, sedangkan sintaksis berkaitan dengan memahami dan mengucapkan kalimat, serta mencakup pengggunaan tata bahasanya. Semantik berkaitan dengan memahami kata serta mengucapkan kata, dan pragmatik berkaitan dengan bagaimana bahasa itu digunakan dalam berkomunikasi.

B.    Intervensi Gangguan Bahasa
1.       Pendekatan dan Metode dalam Intervensi Gangguan Bicara dan Bahasa
Dalam mengintervensi anak yang mengalami gangguan bicara dan bahasa, terdapat beberapa pendekatan yang dapat dipergunakan sesuai dengan gangguan yang dialami anak.
a.         Pendekatan bermain
Pendekatan yang dipandang tepat diterapkan pada anak adalah pendekatan bermain (play approach) karena dunia anak adalah dunia bermain.
b.        Pendekatan Multisensoris
Dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak, kita perlu memberikan berbagai stimulus yang dapat mestimulasi berbagai indera/sensoris, seperti indera visual, auditif, kinestetik, taktil, dan sebagainya.
c.         Pendekatan Kolaboratif
Gangguan berbahasa baik secara ekspresif maupun reseptif memerlukan penanganan secara terpadu yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu/tenaga ahli agar memperoleh hasil yang efektif.

Di samping pendekatan di atas, ada beberapa metode yang dapat dipergunakan dalam mengintervensi anak yang mengalami gangguan bicara dan  bahasa, antara lain :
1.       Metode Stimulasi
Metode ini dilakukan berdasarkan prinsip pengamatan terhadap suatu stimulus  melalui pendengaran dan atau penglihatan anak.
2.       Metode Phonetics placement
Pelaksanaan metode ini menuntut anak untuk memperhatikan gerakan dan posisi organ bicara, sehingga anak mampu mengendalikan pergerakan organ bicara untuk memproduksi bicara yang benar.
3.       Metode Moto-kinestetik
Metode ini disebut juga metode manipulasi. Dengan metode ini kita dapat memanipulasi secara langsung pada organ artikulasi yang dipandang perlu.
4.       Metode Psiko-edukatif
Metode ini didasarkan pada prinsip-prinsip psikoterapi, bimbingan dan konseling, serta pendidikan.
5.       Metode Compensatory pattern
Penerapan metode ini sangat khas karena motode ini hanya diberikan kepada anak dengan kesulitan mengekspresikan bahasa melalui bicara, yang tidak mungkin lagi melakukan bicara secara normal.






BAB III
PEMBAHASAN
A.            Analisis
Identitas Pribadi Anak
1.  Nama lengkap                    : Adrian Sya’ban Azhim
2.  Nama panggilan                 : A’im
3.  Jenis kelamin                      : Laki-laki
4.  Tempat/tanggal lahir           : Samarinda, 21 Agustus 2008
5.  Agama                                : Islam
6.  Alamat                                : Jl. KS. Tubun Dalam RT. 14 No. 5A, Samarinda
7.  Sekolah Asal                      : TK Islam Tunas Kartini
8.  Transportasi ke sekolah      : Diantar orang tua
9.  Tinggal bersama                 : Ayah dan Ibu kandung
10. Jumlah penghuni rumah    : 3 (Tiga: Ayah, Ibu, dan A’im)
11. Anak ke                             : 1 (Tunggal)
12. Keterangan orang tua atau wali
a.   Ayah                             : Abdul Muthalib (Pegawai Swasta)
b.   Ibu                                : Salasiah (Ibu Rumah Tangga)

Berdasarkan data yang telah diperoleh, dapat diketahui bahwa mengenai kondisi kesehatannya A’im sering merasa cepat lelah dan tidak bersemangat,  dan A’im pernah 1 – 2 hari tidak mengikuti kegiatan di TK, karena sakit. Dalam kehidupan keluarganya, kedua orang tuanya tidak pernah menuntut A’im dalam mengekspresikan perasaannya. Di sekolah, A‘im menunjukan minatnya terhadap teman-teman walaupun masih kurang komunikatif kalau tidak diberi dorongan atau motivasi dari gurunya dan ketika sedang jenuh dengan kegiatan didalam kelas. A’im termasuk anak yang spontan seperti ketika digelitiki oleh temannya, ia merasa geli hingga tertawa. Namun, terlalu sering ia menanggapinya tidak dengan kata-kata, walaupun hanya seperti teriakan mengingatkan, sehingga menjadi kesulitan membedakan mana yang benar atau tidak untuk dilakukan. A’im senang dengan hal – hal yang imajinatif, seperti merasa dirinya seorang kesatria pembela kebenaran. Kelebihannya, A’im terbuka ketika bermain bersama teman, dan mau mengikuti guru berdoa didalam kelas bersama temannya.

B.            Sintesis
            Dari analisis diatas, terdapat kesimpulan bahwa kondisi permasalahan yang dihadapi oleh A’im adalah ia sulit mengekspresikan bahasa melalui bicara (tidak komunikatif) dan kurang menanggapi apa yang diterangkan oleh ibu gurunya. A’im mengalami keterlambatan fungsional yang beberapa diantaranya memiliki bahasa resepsif yang normal; bahasa ekspresif yang kurang normal; kemampuan pemecahan masalahnya baik; dan bila dilihat pada pola perkembangannya, hanya ekspresif  yang terganggu.
C.            Diagnosis
Pada kasus ini, ditinjau dari analisis dan sintesisnya, penyebab utama yang terdapat pada A’im, adalah faktor lingkungannya. Hal ini terjadi karena perasaan terasingnya anak, yang aspek bahasanya kurang baik (kurang komunikatif). Seperti ketidakmampuannya dalam memulai percakapan, A’im hanya diam sambil asik bermain, memiliki kesulitan memahami apa saya ucapkan dan pertanyakan kepadanya. Namun, ada kalanya si anak merespon saat saya mengingatkannya untuk menyelesaikan kegiatan mewarnai dikelas. Maka yang dapat saya pahami, A’im merupakan tipe anak yang harus diberi dorongan lebih dulu, sehingga ia baru dapat mengerti dan beranjak dari tempat duduknya.

D.            Prognosis
Upaya yang saya lakukan pada pertama kali yaitu mengajak A’im memperkenalkan diri, dan membantunya berbahasa secara hati-hati ketika ia sedang kebingungan mengekspresikan yang ingin diucapkannya. Hal ini sangat berperan penting pada agar bisa memposisikan atau mengkondisikan diri dengan anak pada tahap selanjutnya. Tidak lupa saya dan ibu guru bekerja sama membimbingnya melalui kegiatan bermain yang menyenangkan, juga bersikap positif terhadap apapun aktivitas yang dilakukannya bersama teman-teman, tanpa memaksakan keinginan anak dalam bidang yang menjadi titik lemahnya (A’im kurang gemar mewarnai).

E.            Treatment
Langkah yang saya lakukan dalam empat minggu pada penanganan anak yang memiliki gangguan barbahasa diantaranya:
1.      Mengikuti Anak Berbicara
Ketika anak berbicara, saya bereaksi tanpa memaksanya memperbaiki ucapannya. Sebisa mungkin saya membahasakan apa yang diucapkan A’im. Saat anak menunjukkan minatnya untuk mulai mengatakan sesuatu, saya memberinya pujian.
2.      Memancing Anak Untuk Berbicara
Kemudian, saya memancingnya untuk berbicara dengan mengucapkan kalimat-kalimat yang harus dilengkapi (misalnya sambil menunjuk apa yang dikenakannya: ‘ Ini ………..”) saat itu A’im terbata-bata ingin menjawab, lalu saya mengisi kalimat itu sendiri setelah menunggu sebentar. Saya juga mencoba menggunakan jawaban yang salah, seperti: “Ini bola” (padahal itu adalah sepatu miliknya). Dan yang terjadi, ia spontan berseru sambil tertawa “ehehee.. bukaan, ini sepatu A’im kak..”.
3.      Memacu Kontak
Dimulai dengan memasuki dunianya dalam bermain, saya mengkondisikan diri sebagai bagian dari kehidupan anak dan teman bermainnya. Awalnya anak agak canggung, dan setelah dijalani perlahan-lahan kami mulai berkomunikasi melalui bahasa tubuh; mengikuti ekspresi/mimik dan gerak isyarat ia tunjukkan hingga akhirnya A’im mulai berbicara.
4.      Latihan pengucapan secara spontan
Saya mengenalkannya huruf-huruf vokal dengan  melafalkannya, “A - I - U – E – O” (dengan dua ketukan pada setiap huruf). Ia tertarik, lalu mengikuti bersama teman-temannya.


BAB IV
PENUTUP

A.            Kesimpulan
Gangguan berbahasa dapat berupa keterlambatan berbicara. Hal ini dapat terjadi Karena faktor seperti lingkungan sosial anak itu sendiri. Untuk itulah, peran orang tua sangat berpengaruh dan diharapkan mampu memberi penanganan apabila anak mereka mengalami gangguan berbahasa. Orang tua harus mengetahui perkembangan bahasa anaknya karena jika merek menemukan adanya gangguan bahasa pada anaknya, anak tersebut bisa tertangani secara cepat dan tepat pula.



DAFTAR PUSTAKA
 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar